Riau, riau.zonamerdeka.com -- Upah Minimum Propensi Riau 2022 Naik menjadi Rp 3.144.466. Kebijakan Pemerintah terkait Pengupahan teruang dalam PP 36 tahun 2021. Pengupahan adalah kebijakan pemerintah untuk mengatur isu-isu strategis mengenai bentuk Upah, Upah bagi Pekerja/Buruh, Upah minimum dan Upah bagi Pekerja/Buruh pada usaha mikro dan usaha kecil.
Upah adalah hak Pekerja/Buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari Pengusaha atau pemberi kerja kepada Pekerja/Buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu Perjanjian Kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi Pekerja/Buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.
PP 36 tahun 2021 tentang Pengupahan membahas kebijakan dalam kebijakan pengupahan; penetapan Upah berdasarkan satuan waktu dan/atau satuan hasil; struktur dan skala Upah; Upah minimum; Upah terendah pada usaha mikro dan usaha kecil; pelindungan Upah; bentuk dan cara pembayaran Upah; hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan Upah; Upah sebagai dasar perhitungan atau pembayaran hak dan kewajiban lainnya; dewan pengupahan; dan sanksi administratif.
Upah merupakan salah satu unsur esensial dalam Hubungan Kerja, mengingat keberadaan Upah selalu dikaitkan dengan sumber penghasilan bagi Pekerja/Buruh untuk mencapai derajat penghidupan yang layak bagi dirinya dan keluarganya. PP 36 tahun 2021 tentang Pengupahan sebagai regulasi bidang pengupahan dituntut untuk menjawab tantangan dinamika globalisasi dan transformasi teknologi informasi yang berdampak terhadap perubahan tatanan sosial dan ekonomi, termasuk perubahan pola Hubungan Kerja di bidang ketenagakerjaan.
Upah minimum 2022 Sumatera
1. UMP 2022 Sumatera Utara Rp 2.522.609 naik dari sebelumnya Rp 2.499.423,06.
2. UMP 2022 Sumatera Barat Rp 2.512.539 naik dari sebelumnya Rp 2.484.041
3. UMP 2022Kepulauan Riau Rp 3.144.466 naik dari sebelumnya Rp Rp 3.005.460
4. UMP 2022 Kepulauan Bangka Belitung Rp 3.264.884 naik dari sebelumnya Rp 3.230.023,66
5. UMP 2022 Riau Rp 2.938.564 naik dari sebelumnya Rp 2.888.564,01
6. UMP 2022 Bengkulu Rp 2.238.094,031 naik dari sebelumnya Rp 2.215.000
7. UMP 2022 Sumatera Selatan Rp 3.144.446, tidak ada kenaikan
8. UMP 2022 Jambi Rp 2.649.034 naik dari sebelumnya Rp 2.630.162,13
9. UMP 2022 Lampung Rp 2.440.486 naik dari sebelumnya Rp 2.432.001,57
Upah minimum 2022 Jawa-Bali
10. UMP 2022 Banten Rp 2.501.203,11 naik dari sebelumnya Rp 2.460.996,54
11. UMP 2022 DKI Jakarta Rp 4.452.724 naik dari sebelumnya Rp 4.416.186,548
12. UMP 2022 Jawa Barat Rp 1.841.487 naik dari sebelumnya Rp 1.810.351,36
13. UMP 2022 Jawa Tengah Rp 1.813.011 naik dari sebelumnya 1.798.979
14. UMP 2022 DIY Rp 1.840.951,53 naik dari sebelumnya Rp 1.765.000,00
15. UMP 2022 Jawa Timur Rp 1.891.567,12 naik dari sebelumnya Rp 1.868.777,08
16. UMP 2022 Bali Rp 2.516.971 naik dari sebelumnya Rp 2.494.000
Upah minimum 2022 Nusa Tenggara
17. UMP 2022 Nusa Tenggara Barat Rp 2.207.212 naik dari sebelumnya Rp 2.183.883
Upah minimum 2022 Kalimantan
18. UMP 2022 Kalimantan Barat Rp 2.434.328 naik dari sebelumnya Rp 2.399.698,65
19. UMP 2022 Kalimantan Tengah Rp 2.922.516 naik dari sebelumnya Rp 2.903.144,70
20. UMP 2022 Kalimantan Selatan Rp 2.906.473,32 naik dari sebelumnya : Rp 2.877.448,59
21. UMP 2022 Kalimantan Timur Rp 3.014.497,22 naik dari sebelumnya Rp 2.981.378,72
22. UMP 2022 Kalimantan Utara Rp 3.310.723 naik dari sebelumnya Rp 3.000.804 Upah minimum 2022 Sulawesi
23. UMP 2022 Sulawesi Barat Rp 2.678.863, tidak ada kenaikan
24. UMP 2022 Sulawesi Tengah Rp 2.390.739 naik dari sebelumnya Rp 2.303.711
25. UMP 2022 Sulawesi Tenggara Rp 2.710.595 naik dari sebelumnya Rp 2.552.014,52
26. UMP 2022 Sulawesi Utara Rp 3.310.723, tidak ada kenaikan
27. UMP 2022 Sulawesi Selatan Rp 3.165.876, tidak ada kenaikan
28. UMP 2022 Gorontalo Rp 2.800.580 naik dari sebelumnya Rp 2.788.826
Upah minimum 2022 Maluku-Papua
29. UMP 2022 Maluku Utara Rp 2.862.231 naik dari sebelumnya Rp 2.721.530
30. UMP 2022 Papua Rp 3.561.932 naik dari sebelumnya Rp 3.516.700
31. UMP 2022 Papua Barat Rp 3.200.000 naik dari sebelumnya Rp 3.134.600
Kementerian Ketenagakerjaan menyelenggarakan seminar terbuka secara virtual pada Jumat (12/11/2021). Seminar tersebut membahas proses penetapan Upah Minimum tahun 2022.
Dirjen
PHI dan Jamsos Kemnaker, Indah Anggoro Putri menyatakan, Peraturan
Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan mengamanatkan bahwa
kebijakan penetapan Upah Minimum merupakan salah satu program strategis
nasional.
"Pemerintah hadir dengan mengatur penetapan Upah
Minimum. Pemerintah peduli terhadap kepentingan pekerja/buruh dan
pengusaha serta keberlangsungan berusaha," ucap Dirjen Putri.
Menurutnya,
Upah Minimum dimaksudkan sebagai pelindungan kepada pekerja/buruh
dengan masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun agar upahnya tidak dibayar
terlalu rendah. Selain itu, kebijakan Upah Minimum ditujukan sebagai
salah satu instrument pengentasan kemiskinan dan mendorong kemajuan
ekonomi Indonesia.
"Upah Minimum berdasarkan PP No. 36 Tahun
2021 hanya berdasarkan wilayah, yaitu Upah Minimum Provinsi (UMP) dan
Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK). PP 35/2021 tidak mengamanatkan
Upah Minimum Berdasarkan Sektor. Namun, bagi upah minimum sektor yang
ditetapkan sebelum tanggal 20 November 2020 dan masih berlaku, maka
dapat dilanjutkan upah minumum sektoral tersebut selama UMS tersebut
nilainya masih lebih tinggi dibandingkan dari UMP atau UMK di wilayah
tersebut, dengan demikian seluru pihak harus tetap patuh dengan
pelaksaam UMS selama masih berlaku." terangnya.
Ia berharap,
melalui kegiatan seminar tersebut, setiap pihak mendukung penetapan Upah
Minimum Tahun 2022 sesuai dengan PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang
pengupahan.
Direktur Hubungan Kerja dan Pengupahan, Dinar Titus
Jogaswitani mengatakan, semangat dari formula Upah Minimum berdasarkan
PP No. 36 Tahun 2021 adalah untuk mengurangi kesenjangan Upah Minimum,
sehingga terwujud keadilan antar wilayah. Keadilan antar wilayah
tersebut dicapai melalui pendekatan Rata-Rata Konsumsi Rumah Tangga di
masing-masing wilayah.
Selain itu, katanya, penetapan Upah
Minimum tersebut juga ditujukan untuk mencapai kesejahteraan
pekerja/buruh dengan tetap memperhatikan kemampuan perusahaan dan
kondisi nasional. Hal tersebut dilakukan melalui penggunaan data-data
ekonomi dan ketenagakerjaan yang bersumber dari Badan Pusat Statistik
(BPS).
Menurutnya, BPS sebagai satu-satunya wali data nasional
merupakan lembaga yang independen dan kompeten dalam hal penyediaan
data-data makro yang dibutuhkan oleh seluruh pihak yang berkepentingan.
"BPS tidak melakukan kegiatan pengumpulan data yang secara khusus ditujukan untuk penghitungan Upah Minimum," ucapnya.
Data-data
yang disediakan oleh BPS yang dipergunakan dalam perhitungan Upah
Minimum sudah lama dikumpulkan oleh BPS sebelum disahkannya PP No. 36
Tahun 2021. Data-data untuk penghitungan penetapan Upah Minimum bisa
diakses pada wagepedia.kemnaker.go.id.
"Data tersebut juga
digunakan oleh institusi lain baik lokal maupun internasional dalam
merencanakan atau mengambil keputusan yang akan dilakukan, sehingga
banyak pihak yang mengawasi data BPS," ucapnya.
Adapun Dewan
Pengupahan Nasional dari unsur Pakar Pengupahan, Joko Santosa,
menyatakan, penetapan Upah Minimum penting untuk menaikan Indeks daya
saing Indonesia dan meningkatkan kepercayaan investor terhadap sistem
pengupahan Indonesia terkait kepastian hukum dan indikator perekonomian
& ketenagakerjaan yg hrs ditaagi semua pihak.
Selain itu,
sambung Joko, dampak lain yang mungkin perlu diantisipasi terhadap
penetapan UM pada COVID-19 saat ini yaitu potensi terhambatnya perluasan
kesempatan kerja baru, terjadinya subtitusi tenaga kerja ke mesin
(otomatisasi proses produksi), memicu terjadinya PHK, mendorong
terjadinya relokasi dari lokasi yang memiliki nilai UMK tinggi kepada
lokasi yang memiliki nilai UMK yang lebih rendah, dan mendorong tutupnya
perusahaan, khususnya pada situasi pandemi COVID-19 saat ini.
"Potensi
lainnya yaitu utk meningkatkan ruang dialog kesepakatan upah serta
penerapan struktur dan skala upah diatas upah minimum" ucapnya.
Joko
juga mengajak seluruh pihak untuk lebih fokus dalam penyesuaian upah di
atas upah minimum yang jumlah pekerjanya adalah mayoritas. Terlebih
lagi dengan kondisi upah minimum yang sudah di atas median atau
rata-rata upah, sebaiknya semua pihak fokus kepada upah berbasis kinerja
individu dan produktivitas, sehingga kenaikan upah masing-masing
pekerja akan bergantung dengan produktivitas yang dihasilkannya. Bila
hal ini dilakukan, maka dapat mendorong kesejahteraan pekerja secara
keseluruhan.
"Penerapan struktur skala upah dengan penyesuaian
berbasis kinerja individu akan mendorong distribusi upah di atas upah
minimum secara adil antar jabatan/pekerja yang hrs menjadi tujuan
perjuangan pekerja dan SP/SB," kata Joko.
Sebagai informasi,
seminar tersebut diikuti oleh lebih dari 1.000 partisipan mulai dari
bupati/walikota seluruh Indonesia, kepala dinas yang membidangi
ketenagakerjaan provinsi/kabupaten/Kota seluruh Indonesia, Dewan
Pengupahan Provinsi/Kabupaten/Kota seluruh Indonesia,LKS Tripartit
seluruh Indonesia, APINDO, SP/SB, dan stakeholder hubungan industrial.(*)